Jumat, 07 Desember 2012

Pemikiran Ekonomi Al-Maududi



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Al-Maududi adalah tokoh yang berpengaruh dalam lingkungan Jama’ati Islami anak benua India dan juga pergerakan Islam modern di seluruh dunia. Pemahamannya yang mendalam tentang Islam dan mempunyai interaksi dengan pergerakan secara sempurna.
Beliau seseorang yang berani dan kuat dalam menghadapi kesulitan. Teliti dalam memberi pandangan tentang hal-hal yang baru dari perspektif konsep Islam. Islam telah meletakkan beberapa prinsip dan menetapkan batasan-batasan tertentu untuk melaksanakan kegiatan ekonomi sehingga segala bentuk produksi, pertukaran dan distribusi kekayaan dapat serupa (conform) dengan ukuran Islam mengenai keadilan dan persamaan. Oleh karena itu, maka perlu kita pamahi tentang pemikiran ekonomi beliau.


1.2  Rumusan Masalah

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai beberapa hal yang menyangkut tentang Abul A’la Al-Maududi, yaitu:

1.      Biografi Abul A’la Al-Maududi
2.      Karya-karya Abul A’la Al-Maududi
3.      Pemikiran Ekonomi Abul A’la Al-Maududi

1.3  Tujuan Makalah

Tujuan dari penyusunan makalah ini agar kita dapat mengetahui dan memahami tentang pemikiran ekonomi menurut tokoh Abul A’la Al-Maududi.


BAB II
PEMBAHASAN


1.      Biografi Sayyid Abul A’la Al-Maududi[1]

Lahir pada 3 Rajab 1321 H/25 September 1903 M dan meninggal pada 1 Dzulqa’idah 1399 H/22 September 1979 M). Abdul A’la Al Maududi lahir di kota Aurangabad (Deccan) wilayah Hyderabad India Selatan dalam keluarga terpandang (tokoh muslim India) dari Delhi. Keluarga ini keturunan wali sufi besar tarekat Chishti yang membantu menanamkan benih Islam di bumi India. Keluarga ini pernah mengabdi pada Moghul dan dekat dengan istana selama pemerintahan Bahadur Syah Zafar, penguasa terakhir dinasti itu.

Tahun 1858 terjadi pemberontakan besar dan dinasti Moghul jatuh, karena sebab itulah keluarga Maududi kehilangan statusnya. Mereka meninggalkan Delhi, menetap di Deccan dan mengabdi pada Nizam Hyderabed. Pendidikannya berada pada asuhan orangtuanya sendiri, Sayyid Ahmad Hasan. Pendidikan pertama dalam rumahnya, Maududi belajar Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Bahasa Urdun, Farsi, Bahasa Arab serta telah menghafal buku Al-muwattha karya Imam Malik diluar kepala. Demi menjaga akhlaknya, ayah Maududi sengaja tidak memasukkannya kesekolah formal.

            Kemudian Maududi kembali ke Delhi dan berkenalan dengan pemimpin penting Khilafah seperti Muhammad ‘Ali. Bersamanya, Maududi menerbitkan surat kabar nasionalis, Hamdard. Namun itu tidak lama. Selama itulah pandangan politik Maududi kian religius. Dia bergabung dengan Tahrik-I Hijrah (gerakan hijrah) yang mendorong kaum muslim India untuk meninggalkan India ke Afganistan yang dianggap sebagai Dar al-Islam (negeri Islam).


            Pada 26 Agustus 1941 di Lahore, Maududi mendirikan partai Jama’at-Islamiyah dan memimpinnya hingga tahun 1971 yang merupakan perwujudan dari visi ideology Abu A’la Al Maududi. Dakwah yang pertama kali dibawa mereka adalah bidang akidah, mereka menyeru untuk meninggalkan seluruh persembahan selain Allah. Mengumumkan ke-Esa-an, serta kekuatan-Nya, serta menyeru untuk menyembah hanya kepada Allah SWT. 


2.      Karya-karya Abul A’la Al-Maududi[2]

Abul A'la Maududi, disamping sebagai tokoh pergerakan yang banyak berbicara tentang politik, ia juga banyak berbicara tentang ekonomi. Kepeduliannya terhadap problem umat dituangkan dalam butir-butir pemikirannya tentang prinsip-prinsip Ekonomi Islam yang tertuang dalam kumpulan risalahnya yang sudah dibukukan seperti Economic System of Islam, Economic Problem of  Man and It’s Islamic Solution, Way of Life  dan lain-lain.

Dalam bukunya, Maududi telah menjelaskan bahwasanya Islam telah meletakkan beberapa prinsip dan menetapkan batasan-batasan tertentu untuk melaksanakan kegiatan ekonomi sehingga segala bentuk produksi, pertukaran dan distribusi kekayaan dapat serupa (conform) dengan ukuran Islam. Islam tidak membentuk metode-metode dan tehnik-tehnik yang berubah-ubah menurut waktu atau dengan detail-detail dari bentuk-bentuk dan alat-alat organisasi tetapi Islam membentuk metode-metode yang cocok pada setiap zaman dan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat serta tuntutan situasi ekonomi. Jadi, Islam bertujuan bahwa apapun bentuk atau mekanisme kegiatan ekonomi itu, harus mendapat tempat yang tetap dan penting dalam setiap kegiatan, keadaan dan zaman.


3.      Pemikiran Ekonomi Abul A’la Al-Maududi[3]

Dari uraian biografi Al-Maududi maka dapat dijelaskan konsep pemikiran ekonomi Islam menurut Al-Maududi adalah sebagai berikut:

1.      Sistem Ekonomi Islam

Islam menentukan beberapa landasan dasar atau peraturan dasar yang bisa membuat kita menyusun sebuah rancangan ekonomi yang sesuai disetiap masa. Maka dari itu terlihat jelas tujuan dan maksud dari Al-Qur’an dan Hadits yang mengatur segala aspek kehidupan sebagaimana mestinya.

2.      Tujuan Berekonomi dalam Dunia Islam

a.       Kebebasan Individu

Tujuan yang pertama dan utama dari Islam ialah untuk memelihara kebebasan individu dan untuk membatasinya ke dalam tingkatan yang hanya sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Alasan kenapa Islam sangat menjunjung tinggi kebebasan individu, karena Islam menganggap seseorang harus bertanggung jawab secara individu kepada Allah. Pertanggungjawaban ini tidak secara kolektif, tetapi setiap individu bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Oleh karena itu, Islam menentukan peraturan ekonomi yang menghasilkan kebebasan secara maksimal terhadap kegiatan ekonomi kepada setiap individu, dan mengikat mereka yang hanya kepada batasan-batasan yang sekiranya penting untuk menjaga mereka tetap pada jalur yang ditentukan.

Tujuan semua ini adalah menyediakan kebebasan kepada setiap individu dan mencegah munculnya sistem tirani yang bisa mematikan perkembangan manusia.


b.      Keselarasan dalam Perkembangan Moral dan Materi

Yang kedua, perkembangan moral manusia adalah kepentingan dasar bagi Islam. Jadi penting bagi individu di dalam masyarakat untuk memiliki kesempatan mempraktekkan kebaikan secara sengaja. Maka kedermawanan, kemurahan hati, dan kebaikan lainnya menjadi suatu yang hidup dalam masyarakat. Karena itulah Islam tidak bersandar seluruhnya kepada hukum untuk menegakkan keadilan sosial, tetapi memberikan otoritas utama kepada pembentukan moral manusia seperti iman, taqwa, pendidikan, dan lain-lainnya.

c.       Kerjasama Keserasian, dan Penegakan Keadilan

Yang ketiga, Islam menjunjung tinggi persatuan manusia dan persaudaraan serta menentang perselisihan dan konflik. Maka dari itu Islam tidak membagi masyarakat ke dalam kelas sosial. Jika menengok kepada analisis terhadap peradaban manusia akan kelas sosial terbagi menjadi dua.

Yang pertama kelas yang dibuat-buat dan tercipta secara tidak adil yang dipaksakan oleh sistem ekonomi, politik dan sosial yang jahat seperti Feodal dan Kapitalis. Adapun Islam tidak menciptakan kelas seperti itu dan bahkan membasminya.

Yang kedua, kelas yang tercipta secara alami, karena adanya rasa hormat menghormati dan perbedaan kemampuan dan kondisi dari masyarakatnya. Untuk kelas yang seperti ini Islam tidak menghapusnya secara paksa, atau mengubahnya menjadi keras dan membuatnya saling memusuhi. Akan tetapi Islam mendukungnya dan mengharapkan nantinya akan ada kerjasama di antara individu untuk menciptakan kesempatan yang sama dalam hidup dan bersaing secara sehat.


3.      Prinsip-Prinsip Dasar Sistem Ekonomi Islam

a.       Kepemilikan Pribadi dan Batasannya
Dalam hal ini Islam tidak membagi harta kepemilikan kepada produksi dan konsumsi atau menghasilkan atau tidak menghasilkan. Tetapi dibedakan kepada kriteria diperoleh secara halal atau haram, dan dikeluarkan kepadda jalur yang halal dan haram.

b.      Keadilan Distribusi
Peraturan penting dalam ekonomi Islam adalah membangun suatu sistem distribusi yang adil daripada distribusi yang sama terhadap kekayaan. Bahwasanya tidak ada di alam semesta ini dua hal yang sangat sama, persamaan distribusi dalam ekonomi, tetapi memerintahkan keadilan distribusi dan menentukan regulasi yang jelas untuk memelihara keadilan.

c.       Hak-hak Sosial
Islam kemudian menghubungkan kembali hak sosial kepada kekayaan individu dalam bernagai bentuk. Salah satunya yaitu, seseorang yang memiliki harta lebih, mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan kepada kerabatnya yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup. Ini bertujuan untuk menanamkan kepada setiap muslim agar dermawan, lapang dada, dan mencegah sifat egoisme serta kikir.

d.      Zakat
Zakat adalah suatu pungutan wajib yang ditarik melalui harta yang diakumulasikan dari perdagangan, macam-macam bisnis, pertanian, produksi, dan ternak. Tujuannya adalah untuk menciptakan dana untuk membantu sekonomi golongan mustahiq.

e.       Hukum Waris
Islam juga telah membuat hukum waris yang intinya untuk mendistribusikan kekayaan yang dimiliki oleh almarhum. Barisan pertama dan pewaris adalah ibu, bapak, istri, dan anak. Selanjutnya saudara pria dan wanita. Yang ketiga adalah kerabat dekat dengan almarhum. Maka harta almarhum didistribusikan menurut hukum waris Islam.
f.       Peranan Tenaga Kerja, modal, dan Pengelolaan
            Apabila terjadi ketidakadilan dalam transaksi seperti ini, hukum tidak hanya boleh berintenvensi, akan tetapi juga punya tugas untuk mengarahkan kepada regulasi keadilan dalam distribusi profit diantara modal, tenaga kerja, dan pengelolaan.

g.       Zakat dan Kesejahteraan Sosial
            Pendapat dari zakat dan shodaqoh memang diperuntukkan untuk kesejahteraan sosial. Tujuan dari dana zakat yang sebenarnya ialah untuk menyediakan kebutuhan hidup seperti makanan,pakaian, rumah bantuan medis, pendidikan kepada setiap penduduk dan menyediakan kebutuhan ekonomi kepada kelompok masyarakat yang tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya seperti yatim, fakir miskin, dan yang tidak mampu. Maka zakat telah ditetapkan untuk membantu kategori yang disebutkan diatas. Untuk pembangunan ekonomi suatu negara harus mencari pendapatan lain.

h.      Ekonomi Bebas Riba
            Sistem ekonomi ini sebenarnya sudah tercipta pada masa lalu ketika pertama kali riba dialrang di wilayah Arab,dan setelah itu di wilayah Islam berkuasa riba telah diharamkan terhadap seluruh operasi pada sistem ekonomi. Maududi telah menjelaskan bahwa tidak ada kesulitan yang berat untuk mencapai tujuan ini. Masalahnya jelas dan praktis, modal tidak punya hak untuk mengatur bunga yang tetap, meskipun peminjam untung atau rugi. Kreditur tidak punya urusan mengenai resiko yang dijalani oleh industri atau yang lain mengenai untung dan rugi, dan tetap menentukan bunga yang tetap dan diambil tiap bulan atau tahun. Karena itu tidak seorangpun mempunyai alasan yang rasional terhadap hal ini. Dan tidak ada argumen yang membuktikan kebenarannya.

i.        Hubungan Antara Ekonomi, Politik, dan Aturan Sosial
            Hubungan diantara hal tersebut ialah sama bagaikan akar, batang, cabang, dan daun dari suatu pohon. Hal itu merupakan suatu sistem yang timbul dari iman kepada Allah dan utusan-Nya. Sistem akhlak, ibadah, atau disebut aqidah, kemudian sumber sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan. Semua sistem ini berada pada satu sumber. Sistem ini tak dapat dipisahkan dan membentuk satu bentuk kesatuan. Dalam Islam, politik, ekonomi, dan sosial, tidak dipisahkan secara terang-terangan tetapimerupakan satu kesatuan. Siapapun yang pernah mempelajari Islam dan memiliki keyakinan yang tinggi terhadap doktrinnya tidak akan bisa membayangkan untuk satu saat sekalipun bahwa kehidupan ekonomi atau apapun dari hidupnya untuk bisa dipisahkan dari aturan agama, maka hal itu tidak bisa disebut Islami.

4.      Teori Bunga

            Al-Maududi telah membahas secara khusus dan memberikan kritik secara rasional terhadap teori bunga, serta membicarakan panjang lebar mengenai aspek-aspek negatif dan menunjukkan kejahatan-kejahatannya secara fundamental. Pemikiran Al-Maududi tentang bunga mencuat ketika sebuah surat kabar lokal tertanggal 22 September 1963 memberitakan pada halaman depannya mengenai opini Fazlurrahman yang dikemukaan ke hadapan Dewan Penasehat Ideologi Islam bahwa bunga bank yang ringan adalah halal, sedangkan bunga bank yang berlipat ganda haram.
            Misalnya seperti teori piutang menanggung resiko, pelopor teori menegaskan bahwa kreditur menanggung resiko karena meminjamkan modalnya. Ia sendiri menggunakan keinginannya untuk memenuhi keinginan orang lain. Ia meminjamkan modalnya yang mestinya dapat mendapatkan keuntungan. Jika penghutang menggunakan modalnya itu untuk memenuhi keinginan pribadinya, ia harus membayar sewa yang merupakan kompensasi dari menanggung resiko.

BAB III
PENUTUP

Dari penjabaran makalah diatas, dapat ditarik kesimpulan, yakni :

1.      Abdul A’la Al Maududi lahir di kota Aurangabad pada tanggal 25 September 1903 M dan meninggal pada 22 September 1979 M.

2.      Karya-karya Abul A’la Al Maududi diantaranya  Economic System of Islam, Economic Problem of  Man and It’s Islamic Solution,Way of Life yang didalamnya telah dijelaskan bahwasannya Islam telah meletakkan beberapa prinsip dan menetapkan batasan-batasan tertentu untuk melaksanakan kegiatan ekonomi.

3.      Menurut al-Maududi tujuan dalam ekonomi Islam adalah untuk memelihara kebebasan individu dan membatasinya ke dalam tingkatan yang hanya sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Karena itulah Islam tidak bersandar seluruhnya kepada hukum untuk menegakkan keadilan sosial tetapi memberikan otoritas utama kepada pembentukan moral manusia seperti iman, taqwa, pendidikan, dan lain-lainnya sehingga persatuan manusia dan persaudaraan pun tercipta.

DAFTAR PUSTAKA



Herry Mohammad, 2006, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Cet. 1, Jakarta: Gema Insani

http://www.pa-tanjungpati.net/ Pemikiran Ekonomi Islam dimuat oleh Ahyar Siddiq 17 Maret 2011

Nur Chamid, 2000, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar



[1]               Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Cet. 1, (Jakarta:
Gema Insani, 2006) hlm. 163 - 165
[2]               http://www.pa-tanjungpati.net/ Pemikiran Ekonomi Islam dimuat oleh Ahyar Siddiq 17
Maret 2011

[3]               Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2000) hlm 312 - 318

Tidak ada komentar:

Posting Komentar