Selasa, 03 September 2013

MANAJEMEN PEMBIAYAAN BANK SYARIAH



TUGAS MAKALAH
MANAJEMEN PEMBIAYAAN BANK SYARIAH


Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah                   :           Manajemen Bank Syariah
Dosen Pengampu           :           Upia Rosmalinda, S.E.I, M.E.I


Disusun oleh Kelompok 5

1.   RIZKY CATUR SUSANTI       (1179168)
2.   SITI HASANAH                   (1179318)
3.   TUTI MUFAROKAH              (1179508)


PRODI D3 PERBANKAN SYARIAH
STAIN JURAI SIWO METRO
TA. 2012 / 2013


BAB II
PEMBAHASAN

MANAJEMEN PEMBIAYAAN BANK SYARIAH

A.    Pengertian Manajemen, Pembiayaan, dan Bank Syariah
Dalam membahas manajemen pembiayaan Bank Syariah terlebih dahulu dipisahkan dua kata yang membentuk frase tersebut : Manajemen, Pembiayaan dan Bank Syariah.
Secara etimologi manajemen berarti seni melaksanakan dan mengatur. Pembiayaan diartikan sebagai suatu kegiatan pemberian fasilitas keuangan/finansial yang diberikan satu pihak kepada pihak lain untuk mendukung kelancaran usaha maupun untuk investasi yang telah direncanakan.[1] Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.[2]
Menurut kami, pembiayaan adalah suatu produk yang diberikan/ditawarkan oleh bank kepada nasabah atau masyarakat yang membutuhkan guna menunjang kegiatan perekonomian atau kebutuhan mereka.
Berdasarkan UU nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah didefenisikan sebagai Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah.
            Jadi, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya yang dilakukan oleh Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dalam hal pemberian fasilitas keuangan/finasial yang kepada pihak lain berdasarkan prinsip-prinsip syariah untuk mendukung kelancaran usaha maupun untuk investasi yang telah direncanakan.[3]

B.    Tujuan dan Fungsi Pembiayaan[4]
Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi bank syariah. Tujuan  pembiayaan yang dilaksanakan perbankan syariah terkait dengan stake holder, yakni:

1.     PEMILIK
Dari sumber pendapatan diatas, para pemilik mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut.

2.     PEGAWAI
Para pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bank yang dikelolanya.

3.     MASYARAKAT
1)    Pemilik dana; masyarakat sebagai pemilik dana mengharapkan dari dana yang diinvestasikan akan diperoleh bagi hasil.
2)    Debitur yang bersangkutan; dengan penyediaan dana baginya mereka merasa terbantu guna menjalankan usahanya (sektor produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif).
3)    Masyarakat umumnya – konsumen; dengan pembiayaan mereka dapat memperoleh barang-barang yang dibutuhkan.

4.     PEMERINTAH
Pemerintah terbantu dalam pembiayaan pembangunan negara, disamping itu akan diperoleh pajak.

5.     BANK
Bagi bank yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan diharapkan bank dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap survival dan meluaskan jaringan usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat dilayaninya.

Ada bebarapa fungsi pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah kepada masyarakat penerima diantaranya:
1)    Meningkatkan daya guna uang
Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Uang tersebut dalam prosentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna suatu usaha peningkatan produkivitas.

2)    Meningkatkan daya guna barang
Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat memprodusir bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat.

3)    Meningkatkan peredaran uang
Melalui pembiayaan, peredaran uang kartal maupun giral akan lebih berkembang oleh karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik kualitatif apalagi secara kuantitatif.

4)    Menimbulkan kegairahan berusaha
Bantuan pembiayaan yang diterima pengusaha dari bank inilah kemudian yang digunakan untuk memperbesar volume usaha dan produktivitas.

5)    Stabilitas ekonomi
Dalam ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilitasi pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha untuk antara lain:
-          Pengendalian inflasi
-          Peningkatan ekspor
-          Rehabilitasi prasarana
-          Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat
6)    Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional
Para usahawan yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit/pendapatan.

7)    Sebagai alat hubungan ekonomi internasional
Bank sebagai lembaga kredit/pembiayaan tidak saja bergerak didalam negeri tapi juga diluar negeri. Negara-negara kaya atau yang kuat ekonominya, demi persahabatan antar negara banyak memberikan bantuan kepada negara-negara yang sedang berkembang atau yang sedang membangun. Bantuan tersebut tercermin dalam bentuk bantuan kredit dengan syarat-syarat tertentu.

C.    Jenis – Jenis Pembiayaan Bank Syariah

1.     PEMBIYAAN MODAL KERJA SYARIAH[5]
Secara umum, yang dimaksud dengan pembiayaan modal kerja syariah adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Berdasarkan akad yang digunakan dalam produk pembiayaan syariah, jenis Pembiayaan Modal Kerja (PMK) dapat dibagi menjadi lima macam, yakni :
a.     PMK Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah perjanjian antara peranan dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha teartentu, dengan pembiayaan keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.[6]


b.     PMK Isthtisna
Istishna adalah perjanjian jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual.[7]

c.     PMK Salam
Salam adalah perjanjian jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga terlebih dahulu.[8]

d.     PMK Murabahah
Murabahah adalah perjanjian jual beli antara bank dan nasabah dimana bank syariah membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin/keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.[9]

e.     PMK Ijarah
Ijarah adalah perjanjian sewa menyewa suatu barang dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa.[10]

2.     PEMBIAYAAN INVESTASI SYARIAH
Pembiayaan Investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) beserta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.[11]
Yang dimaksud dengan investasi adalah penanaman dana dengan maksud untuk memperoleh imbalan/manfaat/keuntungan dikemudian hari, mencakup hal-hal berikut antara lain:[12]
a.      Imbalan yang diharapkan dari investasi adalah berupa kentungan dalam bentuk uang.
b.      Bahan usaha umumnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan berupa uang, sedangkan badan sosial dan badan-badan pemerintah lainnya lebih bertujuan memberikan manfaat sosial dibandingkan dengan keuntungan.
c.      Bahan-bahan usaha yang mendapat pembiyaan investasi dari bank harus mampu memperoleh keuntungan finansial agar dapat hidup dan berkembang serta memenuhi kewajiban kepada bank.

Pembiayaan investasi diberikan kepada nasabah untuk keperluan penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha ataupun pendirian proyek baru. Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah:
a)    Untuk pengadaan barang-barang modal
b)    Mempunyai perencanaan yang matang dan terarah
c)     Berjangka waktu menengah dan panjang

Melihat luas aspek yang dikelola dan dipantau, maka untuk pembiayaan investasi di Bank Syariah menggunakan skema musyarakah mutanaqishah. Dalam hal ini bank memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan, dan secara bertahap bank melepaskan penyertaannya, dan pemilik perusahaan nasabah akan mengambil alih kembali porsi penyertaan bank, baik dengan menggunakan dana sendiri sebagai penambahan setoran modal. Skema lain yang dapat digunakan adalah ijarah muntahia bi tamlik, yaitu menyewakan barang modal dengan opsi kepemilikan setelah masa sewa berakhir.[13]

3.     PEMBIAYAAN KONSUMTIF SYARIAH
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk me-menuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok, baik berupa barang, seperti makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal, maupun berupa jasa, seperti pendidikan dasar dan pengobatan. Sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara kuan-titatif maupun kualitatif lebih tingi atau lebih mewah dari kebutuhan primer, baik berupa barang, seperti makanan dan minuman, pakaian/ perhiasan, bangunan rumah, kendaraan, dan sebagainya, maupun berupa jasa seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pariwisata, hiburan, dan sebagainya.[14]

Dalam menetapkan akad pembiyaan  konsumtif, langkah-langkah yang perlu dilakukan bank adalah sebagai berikut :[15]
1)   Apabila kegunaan pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah untuk kebutuhan konsumtif semata, harus dilihat dari sisi apakah pembiyaan tersebut berbentuk pembiayaan barang atau jasa.
2)   Jika untuk pembelian barang, faktor selanjutnya yang harus dilihat adalah apakah barang tersebut berebentuk ready stock atau good in process. Jika ready stock pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan murabahah. Namun, jika berbentuk good in process, yang harus dilihat berikutnya adalah dari sisi apakah proses barang tersebut memerlukan waktu dibawah enam bulan atau lebih. Jika dibawah enam bulan, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan salam. Jika proses barang tersebut memerlukan waktu lebih dari enam bulan, pembiayaan yang diberikan adalah istishna.
3)   Jika pembiyaan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan nasabah dibidang jasa, pembiyaan yang diberikan adalah ijarah.

D.    Penentuan Kebijakan Pembiayaan di Bank Syariah
Penentuan sektor-sektor pembiayaan Bank Syariah ditetapkan bersama oleh Dewan Komisaris, Direksi (termasuk Komite Kebijakan Pembiayaan) serta Dewan Pengawas Syari’ah, baik mengenai jenis maupun besarnya (nilai rupiahnya) sehingga pilihan yang ditentukan diharapkan memenuhi aspek syar’i disamping aspek ekonomisnya.[16]

Proses pemberian pembiayaan meliputi:[17]
1)   Surat permohonan pembiayaan
Dalam surat permohonan, berisikan jenis pembiayaan yang diminta nasabah, untuk berapa lama, berapa limit yang diminta, serta sumber pelunasan pembiayaan berasal dari mana. Disamping itu, surat diatas dilampiri dengan dokumen pendukung, antara lain: identitas pemohon, legalitas (akta pendirian atau perubahan, surat keputusan menteri, perizinan-perizinan), bukti kepemilikan agunan (jika diperlukan).

2)   Proses evaluasi
Dalam penilaian suatu permohonan, bank syariah tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian serta aspek lainnya, sehingga diharapkan dapat diperoleh hasil analisis yang cermat dan akurat.

Langkah pengamanan yang dilakukan bank syariah untuk mengendalikan terjadinya pembiayaan bermasalah dapat dilakukan sebagai berikut:[18]
1)    Sebelum realisasi pembiayaan
Dalam tahapan ini, bank melakukan penutupan asuransi dan/atau pengikatan agunan (jika diperlukan). Setelah ini selesai, baru pembiayaan dapat dicairkan.
2)    Setelah realisasi pembiayaan
Dalam tahap awal pencairan, dana diarahkan pada pembiayaan sebagaimana diajukan dalam permohonan atau persetujuan bank, dan jangan sampai “bocor” dalam arti lari ke hal-hal diluar kesepakatan. Selanjutnya, bank melakukan pembinaan dan kontrol atas aktivitas bisnis nasabah.



[1]http://irham-anas.blogspot.com
[2]Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm 168
[3]http://irham-anas.blogspot.com
[4]Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), hlm 183-186
[5] Adiwarman Karim, Bank Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hlm 234-235
[6] Muhammad, Op. Cit.,  hlm 188
[7]Ibid., hlm 189
[8]Ibid., hlm 188
[9]Ibid.,
[10]Ibid., hlm 189
[11]http://merapikancatatan.blogspot.com
[12]Adiwarman Karim, Op. Cit., hlm 236-237
[13] http://merapikancatatan.blogspot.com
[14]Muhammad Syafi’i Antonio, Op. Cit., hlm 168
[15]Adiwarman Karim, Op. Cit., hlm 244
[16]http://irham-anas.blogspot.com
[17]Muhammad, Op. Cit., hl 198
[18]Ibid., hlm 201

Tidak ada komentar:

Posting Komentar